Angka ini bukanlah sekedar nominal, tapi menggambarkan kesengsaraan beberapa petani yang tiap musim tanam menunggu air yang tidak juga mengucur. ZULFIKAR MULIENG, Ketua GEPEUBUT Aceh
Pergerakan Pemuda Berusahatani (GEPEUBUT) Aceh mendesak pemerintahan agar selekasnya menjalankan dan menggunakan lagi Bendung Irigasi Krueng Pase Kanan yang sampai sekarang belum memberi faedah maksimal untuk beberapa ribu petani di daerah Aceh Utara.
Bendungan yang ada di tepian Gampong Lubok Tuwe, Kecamatan Meurah Mulia dengan Maddi, Kecamatan Nibong itu dapat mengaliri area sawah di sayap kiri dan kanan, sampai 8.922 hektar.
Infrastruktur pengairan vital yang dibuat bujet besar ini dipandang tidak berhasil penuhi tujuan intinya sebagai penunjang mekanisme irigasi pertanian di teritori itu.
Ketua GEPEUBUT Aceh, Zulfikar Mulieng SP MSi ke Serambi, Jumat (20/6/2205), mengutarakan, jika sampai sekarang ini, bendung itu belum sanggup mengairi tempat pertanian dengan optimal.
Mengakibatkan, beberapa ribu hektar sawah di enam kecamatan terimbas langsung oleh ketidakoptimalan peranan irigasi. Yakni Kecamatan Samudera, Syamtalira Aron Tanah Luas, Nibong, Matangkuli, dan Kecamatan Tanah Pasir.
Keseluruhan luas tempat yang terimbas di sayap kanan capai sekitaran 4.200 hektar, yang pernah termasuk kelompok tempat produktif.
Sepanjang 5 tahun akhir, petani alami rugi ekonomi krusial karena ketidaktersediaan air yang pantas untuk irigasi.
Berdasar penghitungan GEPEUBUT, perkiraan rugi petani capai lebih dari Rp 137,75 miliar, dalam periode 5 tahun akhir.
“Angka ini bukanlah sekedar nominal, tapi menggambarkan kesengsaraan beberapa petani yang tiap musim tanam menunggu air yang tidak juga mengucur,” urai ia.
“Walau sebenarnya, bendung ini dibuat untuk memberikan dukungan ketahanan pangan dan tingkatkan kesejahteraan petani,” tegas Zulfikar.
GEPEUBUT memandang memerlukan pemercepatan cara nyata dari pemda, Balai Daerah Sungai (BWS) Sumatera I, dan dinas tehnis berkaitan untuk pastikan bendung digunakan secepat-cepatnya saat sebelum masuk musim tanam selanjutnya.
Organisasi ini minta supaya selekasnya dilaksanakan rapat koordinir lintasi bidang yang mengikutsertakan barisan tani, pemerintahan kabupaten, dan faksi BWS. “Jangan dibiarkan bendung ini menjadi project terbengkalai atau sekedar monumen pembangunan. Petani memerlukan air, bukan wawasan,” sambungnya.
Inspirasi ke Pusat
Selainnya penghitungan rugi oleh GEPEUBUT, Dinas Pertanian dan Pangan Aceh Utara menulis jika di tahun 2023 saja, karena 6x musim tanam tidak berhasil dikerjakan dengan maksimal di delapan kecamatan, rugi petani capai lebih dari Rp 1,5 triliun.
Angka ini memperlihatkan rasio imbas yang lebih besar dan dalam untuk ekonomi lokal. Sebagai organisasi yang sejauh ini konsisten menjaga desas-desus pertanian dan pergantian petani muda, GEPEUBUT mengatakan persiapan untuk bawa inspirasi ini ke tingkat pemerintahan pusat bila tidak ada cara riil dari pemda dalam kurun waktu dekat.